Selasa, 03 Desember 2013

Pendidikan dari Sudut Pandang yang Lain



"Seandainya manusia itu mesin, pendidikan hanya perlu memprogramnya dengan cara-cara tertentu, dan pekerjaan seorang pendidikan cukuplah sekedar mengikuti sistem. Tapi yang guru hadapi adalah sosok yang punya pemikiran sendiri dan mengembangkan diri sendiri, maka urusannya adalah untuk memandu, dan membantu di mana perlu, tergalinya kebaikan laten dari anak itu, sambil meredam keburukan latennya, menyiapkan dia untuk mengambil peran di dunia ini sebaik yang ia bisa, dalam arti semua potensi kebaikan dalam dirinya terasah menjadi kemampuan nyata." ~ Charlotte Mason, Vol. 1 hlm. 9



Menjadi praktisi pembelajaran mandiri (home education) yang tidak mengirim anak-anak saya ke sekolah, bukan berarti saya anti sekolah. Sampai saat ini, saya lihat belum ada yang bisa menggantikan peran sekolah untuk menyebarluaskan pengetahuan secara massif ke semua kalangan penduduk. Banyak orang yang hidupnya berubah lebih positif, lebih maju, lewat sekolah. Namun, kita juga tidak bisa menutup mata betapa sekolah juga bisa -- maaf -- memperkosa kepribadian anak: keunikannya diabaikan, kreativitasnya diseragamkan, hasrat belajarnya dipadamkan.

Sekolah adalah inovasi sosial. Sama seperti inovasi lainnya dalam sejarah peradaban manusia, tentu ada tujuan baik yang dipikirkan oleh para penggagas konsep sekolah ini. Mereka membayangkan suatu visi tentang manfaat apa yang akan umat manusia dapatkan lewat sekolah. Percepatan laju pengetahuan, kesempatan untuk melakukan loncatan kelas sosial, penyebaran budaya, dan seterusnya. Namun, hati-hati, ketika visi itu dilupakan, sekolah akan kehilangan ruhnya. Ia menjelma menjadi sekedar mesin besar -- anak-anak dimasukkan di ujung yang satu, tombol-tombol program A-B-C-D-E ditekan, lalu mereka dituntut untuk keluar memiliki kompetensi tertentu di ujung yang lain.

Praktek pendidikan yang bervisi dan sadar filosofi, Charlotte sebut sebagai 'metode'. Lawannya adalah 'sistem', yakni pola kaku yang gurunya mengikuti resep langkah A, B, dan C untuk memperoleh hasil Anak D.

"Metode menyiratkan dua hal -- jalan untuk mencapai tujuan, dan kemajuan langkah demi langkah dalam jalan itu. Mengikuti metode berarti kita punya ide, imaji mental, sasaran akhir yang ingin kita capai. Apa yang Anda harapkan tentang dampak pendidikan bagi anak Anda? Metode, dengan tujuan akhir pendidikan yang terus disadari, bisa memanfaatkan apa yang sepertinya tidak berguna demi mencapai tujuan itu. Orangtua yang tahu persis sasaran akhirnya -- inilah kekuatan utama dari sebuah metode -- ketika mendidik anaknya, akan memanfaatkan setiap situasi dari kehidupan anak ... entah dia makan atau minum, datang atau pergi atau bermain -- kapan pun dan di mana pun ia terus sedang dididik. 

Selalu ada bahaya bahwa sebuah metode, yang paling bonafid sekalipun, akan merosot menjadi sekedar sistem. Metode Kindergarten (PAUD), misalnya, layaknya memperoleh nama 'kindergarten', karena ditelurkan dan disempurnakan oleh para pendidik berhati besar untuk membantu kehidupan manusia, pertumbuhan manusia, dan yang paling kompleks memanusiakan manusia. Namun betapa menyedihkannya metode ini setelah menjadi sistem kaku di tangan para praktisi yang tidak memahami hakikatnya!" (Vol. 1, hlm. 8-9)


0 komentar: