Kamis, 28 November 2013

Mendapat Mainan yang Aman Itu Hak Anak

Setiap mainan yang diberikan pada si kecil memang harus membuat anak merasa senang ketika memainkannya. Tapi, jangan lupa jika mainan juga harus aman bagi anak. Sebab, mendapat mainan yang aman termasuk dalam hak anak.

Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, pada dasarnya konsumen dilindungi UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk juga mainan anak. Nah salah satu pasalnya, menyebutkan adanya hak konsumen.

"Jadi, mainan anak harus memenuhi hak anak yaitu merujuk apakah itu aman, nyaman, dan menjamin keselamatan anak. Apalagi anak kan belum rasional saat menggunakan mainan, dia hanya pakai feeling," kata Tulus dalam Media Workshop 'Mainan Aman untuk Keselamatan Anak Indonesia' di Atrium Mall Living Room Alam Sutera, Serpong, dan ditulis pada Kamis (28/11/2013).

Ia melanjutkan, melalui orang tua, anak juga berhak mendapat informasi yang jelas, jernih, dan jujur. Salah satu informasi yang harus diperoleh orang tua berupa fungsi mainan dan zat apa yang terkandung di dalam mainan.

"Sebab, survei YLKI tahun 2011 terhadap mainan edukasi di pasaran, secara umum memang bisa dikatakan aman. Tapi ada beberapa temuan yang mengandung bahan yang melebihi ambang batas yang digunakan seperti air raksa, timbal, cadmium, dan chromium," tutur Tulus.

Oleh karena itu menurut Tulus perlu adanya regulasi terkait pemasaran mainan anak-anak di Indonesia. Pertama dengan menetapkan SNI untuk melindungi konsumen anak. Kedua, dengan melakukan pengawasan lebih ketat terhadap mainan di pasaran. Sebab, setelah menetapkan SNI, Tulus menyebutkan tidak semata-mata tugas pemerintah selesai, sehingga perlu adanya pengawasan.

"Untuk konsumen, yaitu para orang tua, berilah mainan yang edukatif dan aman bagi anak. Misal ada peringatan mainan untuk anak usia tiga tahun ke atas, kalau anaknya belum tiga tahun jangan dibelikan karena banyak orang tua yang seperti itu. Bahayanya selain bisa tertelan juga tidak merangsang saraf motorik anak dengan maksimal," papar Tulus.

Khususnya mainan impor, memang diakui Tulus, salah satu faktor orang tua tidak memperhatikan keterangan pada mainan tersebut karena tidak menggunakan bahasa Indonesia. Padahal, Tulus mengatakan dalam UU perlindungan konsumen, semua produk yang masuk Indonesia harus ada keterangan bahasa Indonesia.

"Survei kami terhadap 35 produk mainan anak, rata-rata menggunakan bahasa Inggris atau China. Yang sudah menggunakan bahasa Indonesia saja kadang diabaikan. Maka perlu adanya petunjuk bahasa Indonesia, karena belum banyak orang yang paham dengan bahasa Asing seperti Inggris dan China," terang Tulus.

0 komentar: