Senin, 05 Januari 2015

Kenali Anak Anda, Tergolong Tipe A atau Tipe C?

DALAM teori Terapi Okupasi, setiap manusia bisa tergolong dalam dua tipe, yakni tipe A atau tipe C. Sementara, tipe B lebih merupakan bagian tengah atau seimbang dari kedua tipe A dan C.
Tipe A terbentuk pada anak saat orangtua meremehkan pentingnya anak dalam hubungan dengan anak mereka. Kebutuhan anak menjadi kompetitif dengan kebutuhan orangtua. Atribut negatif seperti, "Jangan kamu berani menatapku seperti itu," menggantikan sensitivitas.
Akibatnya, anak belajar untuk menahan dan menekan perasaan seperti itu karena mereka mengalami penolakan, kemarahan, dan ketidaksetujuan. Selain itu, banyak pula ibu yang tidak menangani anaknya langsung tetapi diasuh oleh pembantu.
Sebagian pengasuh jarang datang atau datang setelah bayi lama menangis hingga bayi merasa sudah putus asa. Kadang-kadang pengasuh sibuk dengan hal-hal lain dan tidak memperhatikan kebutuhan bayi sama sekali.
"Bayi sering dibiarkan menangis sampai mereka berhenti sendiri. Atau ada pula pengasuh lainnya merespon segera, tapi marah dan kesal berbicara keras, menyentuh, dan mengambil bayi itu tiba-tiba atau kasar," kata Ahli Neurobiologis dan Terapis Okupasi Dunia, Kim Barthel, dalam seminar “The Behavioral Detective: Evidence and Art” hari ke-2 di Vokasi Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Minggu (4/1/2014).
Tentunya, perasaan negatif meningkat selaras penanganan semacam itu. Pada bayi usia tiga bulan, pematangan otak memungkinkan sikap itu untuk menghambat perilaku dan bayi-bayi ini diberi emosi negatif.
Sementara itu, tipe C terbentuk karena orangtua menanggapi perasaan anak-anak mereka dengan cara yang kadang-kadang sesukanya atau tidak mempedulikan anak mereka. Anak-anak mengoptimalkan kesempatan mereka mendapatkan respon orangtua. Anak dengan tipe C juga peka terhadap bahaya.
“Menanggapi ancaman terhadap perasaan keselamatan, melawan segala rayuan berlebihan untuk memenuhi keinginan untuk kenyamanan dan menenangkan mereka, kadang tipe C terbentuk karena orangtua tidak fokus saat mendengarkan perasaan anak mereka untuk mendapatkan perhatian,” simpulnya.
(ftr)

http://lifestyle.okezone.com/

0 komentar: