Rabu, 20 November 2013

Pengembangan Desa Mandiri Energi Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (Bagian 1)

Mengenal Desa Mandiri Energi
Indonesia, sebagai negara yang senantiasa terus berkembang dan berbenah, selalu berupaya mencari solusi akan permasalahan yang ada. Salah satu permasalahan yang marak di Indonesia yakni belum meratanya pemenuhan energi di beberapa wilayah karena perbedaan kondisi geografis. Menyikapi persoalan itu, diperlukan suatu usaha untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia yang kurang terjangkau dalam aspek pemenuhan energi. Salah satunya adalah dengan menerapkan program Desa Mandiri Energi.

Desa Mandiri Energi adalah desa yang masyarakatnya memiliki kemampuan memenuhi lebih dari 60 % kebutuhan energi (listrik dan bahan bakar) dari energi terbarukan yang dihasilkan melalui pendayagunaan potensi sumberdaya setempat. Secara nyata, Desa Mandiri Energi bertujuan untuk membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan kegiatan ekonomi produktif. Sedangkan, tujuan utama pengembangan Desa Mandiri Energi adalah mengurangi kemiskinan dan membuka lapangan kerja untuk mensubstitusi bahan bakar minyak (Fitrin 2010).
Desa mandiri energi merupakan konsep baru yang sedang dikembangkan di Indonesia. Pengembangan desa mandiri energi berdasar pada usaha menuju swasembada energi dalam arti mencukupi kebutuhan energi di desa itu, tanpa harus mengimpor sumber energi dari luar. Konsep kemandirian energi ini berpijak pada pemanfaatan energi terbarukan dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dapat diartikan pula sebagai upaya peningkatan kemampuan atau kapasitas masyarakat agar dapat mendayagunakan sumber daya yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan, martabat, dan keberdayaan (Nasdian 2006). Proses ini dilakukan dalam bentuk penguatan lembaga masyarakat, peningkatan partisipasi masyarakat, pembangunan perdesaan secara berkelanjutan, penguatan usaha kecil dan menegah, dan pengembangan prasarana berbasis masyarakat (Wijaya 2011). Pemberdayaan masyarakat merupakan langkah mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional dengan melibatkan masyarakat dalam keseluruhan proses, keterampilan analitis dan perencanaan pembangunan yang dimulai dari daerah tempat mereka berkarya (Moeliono et al. 1994). Sedangkan, Energi terbarukan (renewable energy) yang dimanfaatkan haruslah memiliki syarat yang mencakup aspek keberlanjutan, regional development, dan ramah lingkungan.
Keberlanjutan diartikan sebagai energi yang dapat dimanfaatkan secara terus menerus tanpa batas waktu, sehingga tidak terbentur dengan permasalahan keterbatasan sumber daya energi. Sedangkan regional development merupakan pembangunan bersifat regional yang berupaya mengembangkan kemadirian berbasis kelebihan yang ada pada masing-masing daerah. Kemudian, selain itu aspek ramah lingkungan menyempurnakan konsep kemandirian energi yang berusaha untuk selaras dengan lingkungan, tidak berdampak buruk di kemudian hari, dan tidak bersifat eksploitasi.
Konsep desa mandiri energi dirasa sesuai dengan kondisi Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan kondisi geografis yang beragam. Kondisi ini menyebabkan beberapa desa yang terpencar terkadang tidak bisa mengakses sumber energi seperti BBM dan listrik sehingga pembangunan desa pun menjadi tersendat. Dalam Desa mandiri energi, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan energinya sendiri tanpa harus membayar biaya transportasi yang tinggi dan dapat dialihkan sebagai opportunity cost untuk memproduksi energi sendiri. Opportunity cost yang berputar di lingkungan masyarakat desa sendirimemberikan manfaat berlipat ganda (multiplier effect). Selain meningkatkan kemandirian masyarakat terhadap energi, kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat karena uang akan berputar di lingkup desa tersebut dengan menciptakan lapangan kerja baru yang pada akhirnya menggerakkan roda perekonomian desa secara keseluruhan (Suryadi 2011).
Sementara itu,  ada dua tipe pengembangan desa mandiri energi. Pertama tipe desa yang dikembangkan dengan sumber non pertanian seperti penggunaan mikrohidro, tenaga surya, dan biogas. Kedua tipe desa yang dikembangkan dengan sumber pertanian seperti biofuel dan agrofuel. Untuk desa mandiri energi yang berbasih bahan bakar nabati diperlukan kehati-hatian dalam pengelolaannya agar tidak mengganggu keseimbangan ekosistem karena memanfaatkan sumber yang sudah dikela sebagai seumber pangan yakni tetumbuhan. Untuk mendukung konsep Desa mandiri energi diperlukan juga perangkat, peraturan, dan dukungan finansial yang memberikan kemudahan bagi pengembangan Desa mandiri energi.
Konsep Desa Mandiri Energi
Konsep pengembangan desa mandiri energi dilakukan dengan melihat potensi desa, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, pengamatan terhadap potensi lingkungan dan karakteristiknya sangat penting. Oleh karenanya ada beberapa hal yang perlu direncanakan seperti pendekatan pengembangan kelembagaan masyarakat, pengembangan teknologi konversi yang digunakan dan pengembangan ekonomi produktif, monitoring dan evaluasi (Fitrin 2010).
Pengembangan kelembagaan masyarakat penting dilakukan untuk membangun sebuah desa mandiri. Hal ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik masyarakat sebagai dasar untuk pembentukan lembaga pengelola sistem pembangkit energi terbarukan. Karakteristik masyarakat yang perlu diketahui antara lain adalah tingkat pendidikan, mata pencaharian, waktu kerja, hierarki sistem hukum desa setempat, dan kebudayaan/kebiasaan masyarakat.
Pengembangan teknologi untuk membangun pembangkit sumber energi diawali dengan identifikasi potensi energi terbarukan di desa setempat, perancangan sistem pembangkit, dan pelaksanaan pembangunan sistem pembangkit. Untuk keberlangsungan sistem pembangkit dan jaringannya, dilakukan pelatihan yang melibatkan tokoh masyarakat, perangkat desa, dan pengurus kelembagaan yang bertugas sebagai pengelola yang telah dibentuk sebelumnya. Pelatihan yang diberikan meliputi prosedur perawatan yang terangkum dalam Standard Operating Procedure (SOP), cara penanggulangan kerusakan, dan pembukuan. Diharapkan melalui pelatihan tersebut, masyarakat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya demi keberlangsungan sistem pembangkit energi.
Pengembangan ekonomi produktif berkaitan dengan usaha bisnis dan lingkungan. Olahan energi terbarukan dapat dimanfaatkan oleh kegiatan ekonomi produktif yang memanfaatkan energi terbarukan untuk siang hari. Sedangkan di malam hari dapat dipergunakan untuk kebutuhan dasar energi rumah tangga seperti penerangan.
Pendampingan dalam rangka pengembangan beberapa aspek yang telah disebutkan diatas berdasar pada konsep partisipatif yang melibatkan semua stakeholder dan menempatkan masyarakat sebagai stakeholder primer. Prinsip tersebut dituangkan dalam bentuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang terintegrasi dengan kegiatan pemberdayaan yang dilengkapi dengan proses Monitoring dan Evaluasi. Monitoring dan Evaluasi secara sederhana dilaksanakan dengan mencatat dan melaporkan setiap kegiatan, agar dapat dipakai untuk perbandingan rencana yang sudah ditetapkan. Jika terjadi penyimpangan dengan rencana segera ditindaklanjuti.
Keberlangsungan dan Keberhasilan Desa Mandiri Energi
Prasyarat penting menuju terwujudnya desa mandiri energi yakni terciptanya keberlangsungan dan keberhasilan program yang dijalankan. Keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Desa Mandiri Energi didasarkan atas hasil monitoring dan evaluasi, yang merangkum perjalanan program sehingga dapat lakukan proses perbaikan secara berkala untuk terus menyempurnakan program sesuai dengan hasil yang diharapkan. Sementara itu, keberhasilan program dapat dinilai dengan beberapa indikator seperti pertumbuhan kesadaran masyarakat, terciptanya pembangunan yang didasarkan atas partisipasi aktif masyarakat, terciptanya masyarakat yang independen, tersedianya lapangan kerja yang memadai bagi segenap penduduk, dan terciptanya kondisi kebersamaan dan keadilan serta keharmonisan dengan alam.
Bersambung…
Referensi:
Fitrin DW. 2010. Desa Mandiri Energi : Solusi Perekonomian Indonesia di Abad 21. [Terhubung Berkala]. http://www.kamase.org/?p=954. 29 Juni 2012.
Moeliono I, Suaradika P, Sumantri A, Suhardi WB. 1994. Parcipatory Rural Appraisal-Berbuat Bersama Berperan Setara. Bandung: Studio Driya Media.

0 komentar: